FMIPA / Ahli Mikrobiologi FMIPA IPB University: Gunakan Masker untuk Minimalisir Konsentrasi Virus

Ahli Mikrobiologi FMIPA IPB University: Gunakan Masker untuk Minimalisir Konsentrasi Virus

Nilai minimum viral load atau konsentrasi virus di udara amat penting untuk memprediksi terjadinya infeksi virus. Jumlah minimum tersebut tergantung dari jumlah aerosol yang dilepaskan oleh orang yang terjangkiti. Risiko paling besar terjangkiti virus terdapat pada ruangan tertutup dengan sirkulasi udara yang buruk (misalnya pada lift), karena akan meningkatkan nilai viral load tersebut.

Hal ini disampaikan Prof Dr Antonius Suwanto, dosen IPB University dari Divisi mikrobiologi Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) dalam Webinar Series Mikrobiologi dan Kita (9/7). Pada acara yang terselenggara berkat kerjasama Program Studi Mikrobiologi Pascasarjana IPB University dengan Perhimpunan Mikrobiologi Indonesia (Permi) Pusat dan Permi Cabang Bogor ini, Prof Antonius menekankan bahwa pemakaian masker akan menurunkan tingkat penularan karena tidak tercapainya nilai mínimum viral load.
“Selain itu, imunitas alami pada manusia juga berperan pada penularan virus tersebut, maka dari itu, penting untuk meningkatkan daya tahan tubuh. Salah satu cara mudah dan murah adalah dengan berjemur di bawah sinar matahari untuk meningkatkan produksi vitamin D3 secara alami. Vitamin D3 tersebut terkait dengan produksi Imunoglobulin A (IgA) yang berperan dalam menangkal patogen masuk ke dalam sel tubuh. Selain itu, konsumsi makanan fermentasi dan probiotik juga akan meningkatkan jumlah IgA dalam tubuh,” ujarnya.

Dalam acara tersebut hadir juga pakar mikrobiologi lainnya yang juga dosen IPB University, Prof Dr Lisdar A Manaf yang membahas mengenai potensi jamur sebagai imunostimulan dan antivirus. Prof Lisdar mengatakan bahwa senyawa metabolit sekunder yang terdapat dalam dinding fungi memiliki potensi sebagai imunostimulan. Yakni senyawa beta glukan yang berperan untuk meningkatkan sistem imun manusia atau khitin yang berperan bagi pencernaan.

“Jamur Royal Sun Agaricus yang telah dibudidayakan di Indonesia misalnya, mengandung beta glukan yang dapat menstimulasi fungsi makrofag dan sel pembunuh alami, sel B dan sel T. Senyawa bioaktif tersebut akan berguna dalam hal infeksi virus seperti influenza yang terkait dengan coronavirus. Senyawa ini sebagai protease inhibitor untuk menghalang sel virus masuk ke dalam tubuh,” jelasnya.

Prof Lisdar mengatakan saat ini, banyak peneliti gencar meneliti jamur dari golongan endofilik dan fungi laut dari mangrove dan laut dalam karena disebutkan kaya akan senyawa bioaktif. Disebutkan pula dari 17 jenis jamur pangan dan obat, sebanyak 14 jenis (82 persen) memiliki aktivitas antibakteri dan antitumor, 11 jenis (65 persen) sebagai antivirus dan 10 jenis (59 persen) dapat meningkatkan imunitas.

Contohnya Ganoderma lucidum atau lingzhi yang dikenal dapat mengatasi berbagai penyakit.  Adapun masyarakat dapat membuat teh ganoderma secara mudah dengan pengeringan tubuh buah dan kemudian dibuat serbuk lalu disajikan seperti teh biasa, namun dengan dosis tertentu. Jamur juga dapat dikonsumsi sebagai pangan fungsional ataupun sebagai tonik.
“Kita juga bisa mengekstraknya untuk mengambil senyawa-senyawa tertentu untuk dijadikan  suplemen,” tambahnya. (MW/Zul)