FMIPA / Dr Sri Nurdiati Ungkap Computational Thinking, Skill Abad 21 Yang Tidak Kalah Penting

Dr Sri Nurdiati Ungkap Computational Thinking, Skill Abad 21 Yang Tidak Kalah Penting

Dunia menghadapi tantangan distrupsi yakni revolusi industri 4.0 yang mempercepat perkembangan teknologi. Muncul berbagai teknologi baru dengan mendepankan optimasi di segala bidang.

Dr Sri Nurdiati, Dosen IPB University dari Departemen Matematika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) mengatakan sejalan dengan tantangan ini, berbagai riset menyimpulkan bahwa manusia membutuhkan keterampilan abad 21 yakni 4C. Skill ini antara lain memiliki keterampilan berpikir kreatif (creative thinking), berpikir kritis dan pemecahan masalah (critical thinking and problem solving), berkomunikasi (communication) dan berkolaborasi (collaboration) untuk mampu bertahan di tengah ketidakpastian jaman. Namun skill ini dianggap kurang, computational thinking seharusnya ditambahkan sehingga skill abad 21 menjadi 5C.

“Dengan skill ini, manusia dapat menyelesaikan masalah lebih sistematis dan terukur,” katanya dalam Bincang PAGI (Pakar Berbagi) “Computational Thinking: Metode Penyelesaian Masalah yang Praktis” dipersembahkan oleh Asus Education, (26/09).
Saat ini dengan kurikulum baru di IPB University, imbuhnya, mahasiswa dituntut untuk mengikuti mata kuliah wajib di program sarjana untuk mendukung kemampuan computational thinking. Computional thinking memiliki arti proses berpikir dalam memformulasikan masalah. Solusinya dapat direpresentasikan sebagai langkah-langkah komputasional dan algoritma baik secara manual maupun dengan bantuan komputer.

“Contoh sederhananya adalah dalam pengelolaan uang belanja rumah tangga agar penggunaannya lebih optimal. Maupun pembagian tugas dalam kepanitiaan agar penyelenggaraan acara dapat berjalan dengan sukses dan lancar,” ujarnya.

Menurutnya, paling tidak ada empat teknik yang menjadi komponen penting dalam computational thinking. Pertama proses dekomposisi atau pemecahan masalah ke sub masalah yang lebih kecil sehingga lebih mudah dikelola. Kedua, identifikasi pola-pola yang sama. Ketiga proses abstraksi, memfokuskan pada informasi yang lebih penting. Keempat membuat algoritma atau pembuatan langkah-langkah penyelesaian masalah.

“Formulasikan masalah ke dalam bentuk yang lebih mungkin diselesaikan secara manual maupun dengan komputer. Organisasi dan analisis data secara logis. Representasikan data melalui proses abstraksi misalnya dengan pembentukan model dan simulasi. Lalu otomatisasi solusi melaui proses berpikir algoritmik,” jelasnya.

Kemudian identifikasi, analisis dan implementasi berbagai solusi agar memperoleh kombinasi langkah-langkah yang efektif dan efisien, tambahnya. Terakhir generalisasi dan transfer proses penyelesaian masalah untuk dapat digunakan pada masalah yang lebih luas dan variatif.

“Seorang computational thinkers harus percaya diri untuk mampu menyelesaikan masalah yang kompleks, gigih dan tidak mudah menyerah bila dihadapkan dengan permasalahan kompleks. Mereka lebih toleran pada hal-hal yang bersifat ambigu, berkemampuan menangani masalah yang open-ended serta berkemampuan untuk berkomunikasi dan bekerja dengan orang lain,” lanjutnya. (MW/Zul)

 

Narasumber : Dr Sri Nurdiati, ipb.ac.id