FMIPA / Mantan Duta IPB University ini Raih Beasiswa Doktoral NAIST Jepang di Bidang Neurosains

Mantan Duta IPB University ini Raih Beasiswa Doktoral NAIST Jepang di Bidang Neurosains

Setelah dikenal sebagai mahasiswa berprestasi dari Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) IPB University, kini sebagai alumni, Latiful Akbar, SSi, MSi melanjutkan studi doktoralnya di Jepang. Latif yang amat menyukai Ilmu Biologi, terutama bidang neurosains, meraih beasiswa doktoral di NAIST (NARA Institute of Science and Technology), Jepang.

Seiring perjalanannya kuliah di Departemen Biologi IPB University (2015), minatnya di bidang neurosains semakin tumbuh.  Bahkan Latif memutuskan untuk mengambil topik penelitian mengenai neurogenesis dan memori spasial.
Sebagai mahasiswa yang mengambil jalur fast track di IPB University, ia semakin memantapkan niatnya sebagai peneliti di bidang neurosains ketika melanjutkan studinya di luar negeri.

Ketertarikannya terhadap neurosains itu pula yang menjadikan NAIST sebagai universitas pilihannya. Kini Latif berkuliah di NAIST sebagai mahasiswa doktoral tingkat satu dan perjalanannya sebagai mahasiswa masih tersisa hingga tiga tahun ke depan.

“Berbagai hal yang dipelajari di IPB University, mulai dari organisasi kemudian pengalaman di kelas, kemudian basic-basic biologi yang telah diajarkan di kelas oleh para dosen biologi itu menjadi modal yang sangat besar, yang saya rasakan sampai sekarang,” ungkapnya.

Sebagai alumni yang dulu aktif dalam mempromosikan IPB University dan FMIPA lewat jabatannya sebagai Duta IPB University Batch IV tahun 2019, ia mengatakan bila kemampuan beradaptasi terhadap berbagai dinamika kehidupan menjadi hal yang paling ia rasakan. Dari awal berkuliah di IPB University, ia telah memiliki target yang jelas untuk melanjutkan studi di Jepang. Salah satu alasan terbesarnya memilih Jepang karena ketertarikannya terhadap budaya Jepang.

“Salah satu alasan (memilih) Biologi IPB University juga karena saya melihat profil-profil dosennya itu banyak yang lulusan Jepang. Jadi mungkin bila lulusannya itu banyak yang ke Jepang, kesempatan ke Jepangnya juga semakin tinggi,” imbuhnya.

Latif juga kerap menceritakan keinginannya untuk melanjutkan studi ke Jepang pada dosen pembimbingnya. Ia menyebutkan bahwa dosen pembimbingnya memiliki andil yang cukup besar atas kesuksesannya sebagai peraih beasiswa Monbugakusho. Dosen pembimbingnya, Dr Berry Juliandi kerap memberikan informasi dan nasihat terkait pendaftaran hingga cara menempuh seleksi dengan baik.

Latif menyebutkan ia kerap merasa minder karena saingannya saat itu sebagian besar terdiri dari dosen hingga peneliti sementara ia masih mahasiswa dan bahkan belum lulus. Tantangan lainnya, ia memiliki kualifikasi terkait pengalaman riset yang tidak banyak. Sebagai mahasiswa fast track saat itu, dengan waktu yang terbatas ia pun tidak memiliki kesempatan dan waktu yang cukup untuk melakukan riset.

Namun begitu, beasiswa Jepang dapat tetap dilamar walaupun kandidat belum lulus asalkan memiliki  ekspektasi kelulusan.
Dalam mengatasi rasa minder tersebut, rahasia kesuksesannya yakni tetap menyajikan proposal dengan baik.  Sebagai kandidat yang lolos seleksi berkas, ia harus mempresentasikan tiga poin terkait hal yang diperoleh selama internship di NAIST, latar belakang studi dan penilitian magister dan research plan.

Selama proses tersebut, ia turut didampingi  dan didukung oleh dosen pembimbingnya dari seleksi administrasi hingga wawancara. Proses dari pendaftarannya pun cukup panjang, dengan memilih skema U to U dan melakukan pendaftaran sekitar bulan Oktober 2019,  melakukan internship di NAIST selama tiga minggu, hingga pengumuman kelulusan di bulan Juni 2020.

Latif memaparkan bahwa bidang yang ia tekuni saat ini mungkin terlihat amat berbeda jauh dari biologi.  Tepatnya, ia melanjutkan studi doktoral di divisi material science yang lebih mengarah pada fisika dan teknik elektro.  Walaupun begitu, ia menyebutkan bahwa penelitiannya tetap berkaitan erat dengan biologi dan ilmu neurosains namun dengan pendekatan baru.
“Terlebih sekarang itu lagi jaman-jamannya atau nge-trennya interdisciplinary, perpaduan berbagai bidang, jadi kita bisa menjawab suatu persoalan fenomena biologis dengan berbagai pendekatan,” ungkapnya.

Baginya bidang neurosains amat menarik dan segala hal tentang otak sangat misterius sehingga ia memutuskan untuk melanjutkan studinya di bidang tersebut. “Belajar tentang otak adalah belajar mengenai diri sendiri, ” sebutnya. Ia juga kerap memiliki pertanyaan terkait hal-hal yang berkenaan dengan otak, mulai dari hal sederhana seperti bagaimana manusia dapat berpikir hingga memori.

Ketika ia mengikuti program pertukaran pelajar ke Finlandia pada Januari 2020 lalu, ia mengambil materi kuliah mengenai kognitif neurosains dari departemen psikologi. Menurutnya, banyak teka-teki yang menanti untuk terbuka di bidang neurosains untuk dibahas. (MW/Zul)