FMIPA / Riset Dosen FMIPA IPB: Bayam Liar Bisa Menjadi Agen Fitomining di Lahan Bekas Pertambangan Emas

Riset Dosen FMIPA IPB: Bayam Liar Bisa Menjadi Agen Fitomining di Lahan Bekas Pertambangan Emas

Bayam liar merupakan salah satu tumbuhan akumulator ion logam, termasuk logam emas. Bahkan, beberapa spesiesnya termasuk sebagai hiperakumulator. Bayam liar memiliki kemampuan mengabsorpsi atau menyerap beberapa logam dalam jumlah yang tinggi. Bila tempat tumbuhnya kebetulan mengandung emas, kemungkinan bayam liar juga akan menyerap logam emas tersebut.

Namun, Prof Hamim, Dosen IPB University dari Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan menjelaskan bahwa tidak hanya emas yang diserap, bayam juga bisa menyerap jenis logam terlarut lainnya. Spesies ini sudah banyak diteliti terkait kemampuannya sebagai akumulator logam.

“Mekanismenya adalah tumbuhan bayam liar ini akan menyerap logam dalam bentuk ion terlarut di tanah. Meski demikian untuk penyerapan emas biasanya tergolong rendah diakibatkan kelarutannya di alam untuk emas (Au) relatif rendah,” katanya dalam sebuah sesi wawancara, belum lama ini.

Menurutnya, untuk memudahkan kelarutan emas dalam bentuk ion biasanya ditambahkan pelarut seperti aqua regia, tiosulfat atau tiosianat. Nantinya bentuk terlarutnya akan mudah diserap oleh tumbuhan. Kalau tidak, akan sulit diserap oleh bayam, sehingga akumulasi di dalam jaringannya menjadi sedikit.

Ia mengatakan bahwa penelitian terkait kemampuan bayam liar ini diuji di lahan bekas pertambangan emas atau disebut tailing. Tailing adalah hancuran bebatuan yang halus seperti pasir atau debu yang telah diekstrak mineralnya untuk ditambang seperti emas dan perak. Sebenarnya tailing limbah pertambangan emas ini masih mengandung emas walau kandungannya sangat rendah, sehingga kalau dilakukan penambangan kembali membutuhkan biaya mahal. Bayam liar ini berguna sebagai fitomining untuk mengakumulasi emas di lahan tersebut dan dapat diekstraksi setelahnya. Bila dibanding dengan metode lain, tentu metode ini jauh lebih murah walau memerlukan penanganan yang spesifik.

“Pengumpulan emas dengan cara diambil secara fisik mungkin sulit dan biayanya mahal bahkan menjadi tidak efisien. Tumbuhan fitomining seperti bayam liar ini punya fungsi ganda, sebagai penyerap semua unsur yang beracun di tanah dan menyerap logam yang di dalamnya mungkin mengandung logam mulia seperti emas,” tambahnya.

Menurutnya, penelitian terkait bayam liar sebagai fitomining memerlukan proses yang panjang. Harapannya dapat dicari spesies bayam maupun tumbuhan lain yang lebih efektif dan bersifat selektif terhadap penyerapan logam.

Ia menjelaskan, tumbuhan hiperakumulator seperti bayam liar ini juga berfungsi untuk mengembalikan kualitas tanah di bekas area pertambangan. Lahan bekas pertambangan biasanya tidak mudah kembali ditanami karena kualitas tanahnya sudah menurun drastis. Bayam liar dapat menyerap kandungan senyawa logam berat yang tinggi maupun logam esensial berlebih. Namun, upaya ini harus dilakukan secara terstruktur, terencana dan perlu waktu yang tidak singkat. Setelah bayam dipanen, logam-logam yang terserap bisa diekstrak dan dipisahkan.

Contoh area pertambangan lain, imbuhnya, yang cocok untuk menggali potensi tumbuhan hiperakumulator seperti bayam liar ini adalah di wilayah tanah ultramafic di Sulawesi atau Maluku. Ia yakin dengan pengembangan penelitian lebih lanjut, dapat digali jenis bayam liar maupun tumbuhan lain yang mampu memiliki kemampuan serapan lebih tinggi. Karena tumbuhan yang hidup di area tersebut telah beradaptasi puluhan bahkan ratusan tahun pada lahan dengan kadar logam yang tinggi sehingga akan banyak jenis tumbuhan yang lebih tahan terhadap cekaman logam berat dan berpotensi digunakan sebagai agen fitomining.

“Harapan saya juga penelitian ini mendapat dukungan dari aspek pendanaan dengan berbagai skema yang ditawarkan pemerintah karena perlu waktu yang relatif panjang. Saya juga berharap swasta dan industri yang terkait dengan bidang pertambangan yang memiliki perhatian yang sama terhadap lingkungan sehingga ikut mendukung penelitian ini. Baik dari industri hingga masyarakat juga dapat memanfaatkan tumbuhan ini dengan optimal,” terangnya. (MW/Zul)

Narasumber : Prof Hamim, ipb.ac.id