Blog

Dr Mega Safithri Ungkap Mekanisme Metabolisme Karbohidrat Mempengaruhi Penderita Diabetes

Dr-Mega-Safithri-Ungkap-Mekanisme-Metabolisme-Karbohidrat-Mempengaruhi-Penderita-Diabetes-800x445-1-180x180
Berita Utama

Dr Mega Safithri Ungkap Mekanisme Metabolisme Karbohidrat Mempengaruhi Penderita Diabetes

Karbohidrat merupakan sumber energi bagi tubuh. Namun, konsumsi karbohidrat berlebih sering dikaitkan dengan meningkatnya risiko terkena penyakit diabetes. Peningkatan konsumsi karbohidrat yang merupakan gula disinyalir dapat meningkatkan kadar gula dalam darah. Ujungnya, berbagai risiko penyakit degeneratif ikut meningkat, terlebih bila jarang berolahraga.

Dr Mega Safithri, dosen IPB University dari Departemen Biokimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) menerangkan, mekanisme metabolisme dalam tubuh manusia akan bergantung pada aktivitas yang dilakukan. Sehingga tingkat konsumsi karbohidrat juga akan mempengaruhi jenis aktivitas metabolisme dalam tubuh.

Perbedaan metabolisme karbohidrat, sebutnya, terjadi karena respon pada kadar glukosa darah. Bila kadar glukosa darah meningkat, memacu metabolisme glikolisis, glikogenesis atau jalur pentosa fosfat. Kelebihan kadar gula dalam darah juga akan disimpan sebagian sebagai lemak.

“Maka dari itu, walau jarang mengonsumsi lipid atau makanan gorengan, mengonsumsi makanan berindeks glikemik tinggi akan tetap menambah lemak pada tubuh karena terjadi lipogenesis akibat meningkatnya produksi Asetil ko-A,” ungkapnya. Sedangkan bila kadar glukosa dalam darah menurun, akan memicu metabolisme glikogenolisis dan glukoneogenesis.

Lebih lanjut Dr Mega melanjutkan, sebagian besar proses metabolisme glukosa berada di hati. Gula yang dihasilkan dari pencernaan akan bermuara di hati kemudian diubah menjadi glukosa 6-fosfat yang merupakan senyawa intermediet penting dalam metabolisme karbohidrat.

“Glukosa ini dapat dipolimerisasi menjadi glikogen, defosforilasi menjadi glukosa darah, atau dikonversi menjadi asam lemak melalui asetil Ko-A. Selain itu melalui siklus asam sitrat dan rantai respirasi untuk menghasilkan energi,” tambahnya dalam Webinar Pergizi Pangan dengan tema “Karbohidrat vs Diabetes: Seberapa Besar Risikonya?”, Rabu (14/9).

Ia menambahkan, neuron pada otak hanya menggunakan glukosa dan beta hidroksibutirat sebagai sumber energi. Beta hidroksibutirat ini penting pada saat puasa atau kelaparan. Alasan inilah pada penderita diabetes menahun, bila gula darahnya tidak dikontrol akan menjadi stroke karena terjadi pendarahan di otak.

“Sel mengalami pengerutan karena glukosa darah cukup banyak di luar sel, akan menjadi kondisi hipertonis terhadap sel sehingga akhirnya akan terjadi pengerutan sel,” ujar Peneliti Pusat Studi Biofarmaka, Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) IPB University ini.

Batas minimal glukosa darah, kata dia, adalah 40 miligram per 100 mililiter darah. Bila kurang dari batas minimal akan terjadi hipoglikemia berat. Pada beberapa penderita diabetes yang diberi insulin berlebih dapat mengalami hipoglikemia akibat kadar gulanya menurun drastis.

Kenyang dan lapar juga mempengaruhi metabolisme. Dalam siklus makan-puasa mempunyai tiga tahap, pasca makan, pascar serap dan makan kembali saat sarapan. Siklus makan-puasa ini penting untuk menjaga homeostasis glukosa.

“Sebenarnya untuk mengontrol kadar glukosa dalam darah harus dijaga dengan mengonsumsi makanan dengan indeks glikemik baik. Indeks glikemik ini adalah nilai yang menunjukkan kemampuan suatu makanan yang mengandung karbohidrat dalam meningkatkan kadar glukosa darah,” jelasnya.

Faktor tinggi rendahnya indeks glikemik ini di antaranya mulai dari proses pengolahan, ukuran partikel, hingga kadar zat anti gizi pangan. Bagi penderita diabetes, jenis makanan yang dianjurkan untuk konsumsi demi menjaga kadar gula dalam darah adalah pati resisten. (MW/Rz)

Narasumber : Dr Mega Safithri, ipb.ac.id