Penentuan Reduksi Emisi lahan gambut setelah mengalami pembasahan-ulang
Penentuan Reduksi Emisi lahan gambut setelah mengalami pembasahan-ulang
Latar Belakang dan Deskripsi Program
Lahan gambut adalah ekosistem yang sangat khas karena selalu dalam kondisi basah atau tergenang dan menyimpan jumlah bahan organik yang sangat besar dari sisa vegetasi. Karena kondisi anaerobik yang menghambat dekomposisi bahan organik, lahan gambut berfungsi sebagai penyimpanan karbon dan air yang besar di permukaan bumi.
Indonesia memiliki lebih dari 20 juta hektar lahan gambut yang menyimpan setidaknya 55 milyar ton karbon (Jeanicke et al., 2008), yang setara dengan 202 milyar ton CO2. Dengan asumsi bahwa emisi sektor lahan Indonesia mencapai 672 juta ton per tahun (MOEF, 2016), dibutuhkan sekitar 82 tahun untuk mengemisikan seluruh karbon yang terkandung dalam lahan gambut Indonesia. Padahal, umur cadangan karbon di lahan gambut ini dapat mencapai antara 3.000 hingga 13.000 tahun, tergantung pada lokasinya (Kurnianto et al., 2014). Hal ini menunjukkan bahwa pencegahan emisi dari lahan gambut dapat memberikan kontribusi besar dalam mitigasi perubahan iklim. Oleh karena itu, penelitian tentang faktor emisi (EF) akibat pembasahan ulang lahan gambut sangat penting.
Implementasi
Penelitian ini merupakan hasil kerjasama antara Departemen Geofisika dan Meteorologi FMIPA IPB dengan Divisi Hidrometeorologi sebagai pelaksana kegiatan. Penelitian ini bertujuan untuk:
- Mengestimasi faktor emisi pada berbagai tipe penggunaan lahan gambut yang telah dibasahi ulang, termasuk fluktuasi musiman.
- Melakukan ekstrapolasi dan validasi faktor emisi berdasarkan peta kelengasan tanah di kawasan gambut.
- Mengestimasi reduksi emisi GRK yang dihasilkan oleh pembasahan ulang lahan gambut.
Hasil dan Dampak
Penelitian ini menghasilkan beberapa temuan penting, di antaranya:
- Fluktuasi tinggi muka air tanah harian dapat memengaruhi emisi gas, terutama metana (CH4), sedangkan emisi nitrous oxide (N2O) tidak menunjukkan hubungan yang jelas dengan dinamika muka air tanah. Temuan ini sejalan dengan hasil penelitian Inbushi et al. (2003) yang menemukan bahwa emisi CH4 berkorelasi positif dengan tinggi muka air tanah, sementara pengaruh muka air tanah terhadap emisi N2O belum dapat dipastikan, bahkan dalam pengamatan musiman.
- Hutan gambut tropis menyerap CO2 dari atmosfer dan menyimpannya dalam biomassa pohon, baik yang ada di atas maupun di bawah permukaan tanah dalam ekosistem gambut. Namun, konversi hutan gambut menjadi bentuk penggunaan lahan lain dapat mengubahnya menjadi sumber emisi gas rumah kaca (GRK). Degradasi hutan, deforestasi, perubahan penggunaan lahan, dan kebakaran hutan adalah penyebab utama peningkatan emisi CO2 dari lahan gambut tropis. Penelitian ini juga mencatat bahwa respirasi heterotrofik meningkat secara signifikan menjelang akhir periode penelitian.
Tantangan dan Pembelajaran
Penelitian ini memerlukan pengamatan langsung di lapangan, dan lokasi penelitian yang berada di area terpencil menambah tantangan dalam pengambilan sampel karena aksesibilitas yang terbatas. Selain itu, keterbatasan peralatan pengambilan sampel juga menjadi hambatan, sehingga perlu diperluas area pengambilan sampel untuk meningkatkan cakupan penelitian.
Replikabilitas
Metode yang digunakan dalam penelitian ini sudah sesuai dengan prosedur penelitian ilmiah yang baku. Dengan demikian, metode yang sama dapat diterapkan di wilayah lain, dengan mempertimbangkan kondisi spesifik wilayah tersebut serta parameter permukaan lainnya yang relevan.
Tahun Kegiatan: 2019
Lokasi Kegiatan: Provinsi Jambi